Entah kenapa sepertinya Ratu Tisha dan Ponaryo Astaman kini ditakdirkan jadi musuh bersama Bobotoh, atau mungkin juga musuh pecinta sepakbola yang rindu keadilan dan konsistensi peraturan.
Bermula dari tewasnya Haringga Sirila, seorang Jakmania yang kedapatan menyusup ke GBLA saat Persija dijamu Persib. Haringga tewas dikeroyok oknum Bobotoh.
Di sinilah semuanya bermula. Mendadak semuanya peduli, mendadak semuanya marah, mendadak semuanya ingin tampil. Padahal ini kejadian yang kesekian puluhkali terjadi. Persib dan Bobotoh menjelma jadi pesakitan.
Mendadak semua pemain Persib bersalah dan wajib disanksi. Mendadak Bobotoh adalah kumpulan orang-orang penuh dosa. Semua dipermasalahkan, semua diawasi, bahkan sekedar koreo pun dipermasalahkan.
Semua aturan, dan sanksi baru mendadak muncul, special untuk Persib dan Bobotoh. Seolah Persib dan Bobotoh adalah projek percontohan dari 'ketegasan' PSSI dan pihak lain yang mencoba cari muka.
Ratu Tisha mendadak 'penuh perhatian' dengan Bobotoh. Perempuan paling cantik di jajaran elit PSSI ini menilai koreo-koreo yang ditampilkan Bobotoh adalah berlebihan.
Seperti dilansir dari Bolasport.com, menurutnya semua itu sudah diatur di dalam regulasi termasuk koreografi. Jadi jika kereo itu dianggap berlebihan dan memancing kebencian maka akan dilaporkan di Match Commissioner, dan tentu berbuah sanksi.
Pernyataan Tisha ini mengomentari akan maraknya koreo 3D dari Bobotoh selama mendukung Persib. Selama musim ini, Bobotoh mendukung Persib dalam bentuk kreatifitas yang menuai pujian, tidak saja dari dalam tapi juga luar negeri.
Sayangnya, komentar yang berbeda justru diperlihatkan Tisha saat terjadi kerusuhan Aremania di Kanjuruhan. Saat Arema Fc menjamu Persebaya, Aremania melakukan invasi ke dalam lapangan, pelemparan botol, chant provokatif sepanjang pertandingan, dan koreo 3D hinaan terhadap tim lawan.
Alih-alih memperlihatkan ketegasan sebagaimana yang dilakukan terhadap Bobotoh, Tisha terkesan plin-plin memberi komentar. Seperti dilansir dari Tribunnews.com, Tisha mengaku tidak bisa memberi komentar apapun terkait Aremania karena itu bukan wilayahnya.
Terus, memangnya Bobotoh bukan suporter ya? Kenapa jika giliran Bobotoh begitu ringan memberi komentar?
Setali tiga uang alias serupa dengan General Manager APPI, Ponaryo Astaman. Mantan pemain timnas yang karib disapa Popon ini juga seakan plin-plan mengomentari insiden Kanjuruhan ini.
Popon tidak konsisten dengan keputusan PSSI terkait nyanyian rasis. Peraturan baru PSSI menyatakan jika ada nyanyian rasis dalam sebuah pertandingan maka pertandingan itu akan dihentikan.
Dalam pertandingan Arema FC vs Persebaya kebetulan Popon sebagai komentator, jadi dia dengar dan tahu persis kejadiannya. Lantas apa komentarnya?
Popon terkesan plin-plan. Menurutnya, memang betul peraturan baru PSSI menyatakan jika ada nyanyian rasis maka pertandingan dihentikan.
Namun, menurut Popon semua itu harus dilakukan bertahap dengan cara sosialisasi dan edukasi terhadap suporter. Itulah mengapa saat nyanyian rasis terjadi di Kanjuruhan pertandingan terus dilanjutkan.
Pernyataan kedua orang di atas menunjukkan betapa mereka kompak melakukan pengingkaran terhadap sikap mereka sendiri sebelumnya. Mereka tegas terhadap Persib dan Bobotoh tapi lunak terhadap yang lainnya. Mereka plin-plan!
Tentu wajar, jika kemudian sikap mereka membuat 'mendidih' darah Bobotoh. Bagaimana tidak, ketidakkonsistenan Ratu Tisha dan Popon semakin menguatkan prasangka Bobotoh, bahwa mereka sedang 'dikerjain.'
Jangan heran jika di sosial media, terutama Bobotoh, Popon dan Ratu Tisha adalah dua sosok yang banyak disindir bahkan dibully.